Tuesday 23 September 2008

A Man Who Knows Nothing



A MAN WHO KNOWS NOTHING

Oleh: Raja-Raja Gelap

Disana, tepat di ujung jalan itu aku menyaksikan tubuhku tergeletak tak bernyawa. Sesosok mayat yang bahkan seekor anjingpun enggan untuk mengendus baunya. Orang-orang berlalu lalang tiada henti tanpa ada satupun keinginan untuk sekedar menoleh menyaksikan tubuhku yang tergeletak. Disana, tepat di jalan Hell Suffer yang sempit dan gelap. Aku terdiam kaku menyaksikan tubuhku dengan bisu. Ingin rasanya kubawa tubuhku dan kukubur di tempat yang sepantasnya. Tapi aku kini hanyalah sesuatu, yang hanya bisa mencari sesuatu yang bahkan tak kutahu apa itu. Aku diam... Genap sudah satu abad aku mencari sebuah jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh banyak manusia. Mungkin juga kau... tentang, mengapa kita hidup.


Surga, waktu tidak diketahui

Sebentar lagi kau akan kukirim ke dunia untuk menjalani hidupmu sebagai seorang manusia. Kau kularang untuk melanggar hal-hal yang telah kutitahkan dalam kitab ini, kau akan hidup secara wajar dan mencari jalan untuk dapat kembali lagi kesini bersamaku”. Sesosok tubuh dengan penuh kebingungan bertanya, “Mengapa aku harus menjadi seorang manusia?” Sang Cahaya bertanya kepadanya dengan senyuman, “Apa kau tahu apa arti hidup?” “Tentu. Aku telah banyak melihat dari atas sini, hidup itu adalah medan dari segala kejahatan. Manusia diajarkan untuk berbuat jahat dan merugikan orang lain untuk dapat bertahan hidup. Manusia bahkan tak mengenal kasih sayang dan seringkali berbuat yang melanggar titah-MU. Lantas untuk apa aku menjadi manusia? Nantinya aku hanya akan menjadi salah satu dari mereka”. Sang Cahaya sekali lagi tersenyum dan berkata, “Lanjutkan keraguanmu, aku harus menghapuskannya sebelum aku mengirimmu ke dunia. Ketahuilah bahwasanya aku mencintaimu lebih dari yang diketahui olehmu dan para pesuruhku”. “Bahkan... sebelum aku melihat dan menjejakkan kaki ke bumi, aku harus menyakiti seorang wanita terlebih dahulu. Kutendang rahimnya dengan kakiku dan kurobek bawah perutnya agar aku bisa keluar. Apa ini yang disebut dengan kehidupan?”. Tanpa ada gurat kesal, Sang Cahaya kembali menjawab, “Dia tidak akan pernah merasa menyesal kau cabik-cabik badannya. Bahkan dia akan menganggap kau sebagai anugerah teristimewa dari-KU. Mereka yang membuatmu menjadi seseorang yang tak kau inginkan adalah ciptaan-KU semua, mereka khusus kukirim untuk menguji kesetiaanmu pada-KU. Hidup adalah pilihan, kaulah yang kelak akan menentukan akan jadi apa, dan akan kau lukis dengan warna apa hidupmu kelak”. Keragu-raguan yang menyelimuti sang tubuh perlahan-lahan mulai hilang, Iapun berkata, “Aku akan tetap setia pada-MU”. Cahaya yang mahadahsyat terpancar dari sekeliling sang tubuh yang bersemangat. Ia tidak lagi ingat apa yang telah terjadi...


Rookhensire, Inggris, United Kingdom, 01.00 a.m

Aku lapar, beri aku makan”

Tidak! Aku terlalu lelah untuk itu”

Apa yang kau katakan? Rasa lapar lebih darurat daripada rasa lelah!”

Tapi aku tidak dapat melakukan apa-apa dengan keadaan seperti ini. Aku kesakitan tolol!”

Aku tidak peduli padamu, akulah yang mengontrol segalanya!”

Kau adalah otak, tidak memiliki perasaan. Akulah yang dapat merasakan apa yang dia rasakan! Dia akan melakukan apa yang telah aku sinyalkan”

Biadab! Aku bisa mengontrol dia dengan baik lebih dari yang dapat kau lakukan!”

Kau seorang maniak! Dialah yang memiliki tubuh ini, dia bisa sakit kalau terus menuruti apa yang kau inginkan!”

Persetan dengan itu semua, aku dapat mengendalikan tubuhnya dengan baik tanpa bantuanmu!”

Buktikan!”

Aku pingsan seketika

Entah mengapa, aku tak pernah mampu membuat hati dan otakku berdamai...


Selamat, selamat, selamat, selamat, selamat, selamat, selamat, selamat, selamat, kata-kata itu terus yang kudengar dari mulut ribuan bahkan jutaan orang. Aku hanya menemukan sebuah pemikiran tentang hubungan antara manusia satu dengan manusia lainnya. Apanya yang spesial? Apa yang perlu dielu-elukan? Toh pada akhirnya pemikiranku hanya akan mampir di telinga beberapa mahasiswa dan masyarakat melalui buku-buku bajakan yang memuat pemikiranku. Aku hanya mencari jawaban dari arti sebuah hubungan manusia di dunia. Namun tanpa rasa hormat, mereka seenaknya menerbitkan pemikiranku dan menjualnya bermilyar-milyar kopi eksemplar di seluruh dunia. Dengan namaku ditulis dengan tinta emas di depan sampulnya. Apa yang istimewa? Aku sendiri sebenarnya bahkan belum dapat menemukan apa arti dari hubungan manusia itu sebenarnya di dunia. Mengapa kita harus hidup bersama? Dengan hidup bersama kita hanya akan bisa membuat sesuatu lebih buruk dari sebelumnya. Yang awalnya dirasa benar lantas diubah sedemikian rupa karena merasa tidak puas. Bukankah karena masyarakat lantas kita menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang sebenarnya kurang kita perlukan? Hanya untuk sekedar mempertahankan gengsi dan sebuah loyalitas palsu. Masyarakat adalah racun! Hidup ini penuh dengan racun! Seluruh dunia ini telah dipenuhi dengan racun! Bahkan mungkin dalam tubuhku ini, racun-racun tersebut telah berotasi mengitari jantungku dan bersiap untuk memanggil Dewa Kematian. Kamu! Iya kamu! Jangan kamu kernyitkan dahimu! Apa kau pikir kau bebas dari racun? Lekas pergi dan menjauhlah dari masyarakat! Sekarang!!!


Betapa sunyi malam ini... tidak ada satupun suara dan nada menemani tari penaku saat ini. Begitu sunyi hingga suara tinta yang terhisap oleh kertaspun terdengar begitu keras. Memekakkan telinga dan mengaburkan pikiran. Mendadak semua bentuk di depanku berubah dan berputar-putar hebat. Ingin aku berteriak namun terlambat, ujung tajam penaku telah kutusuk-tusukkan di tenggorokanku, merobek-robek leherku hingga darah bercucuran dimana-mana. Belum puas, kuparut luka di leherku dengan paku dan kupotong pita suaraku. Biar aku bisu... hingga tak mampu kukatakan betapa menjijikannya kehidupan ini. Kujahit lukaku dengan jarum yang mulai berwarna agak kekuning-kuningan. Kutusukkan jarum dan benangnya pada kulitku, kutarik dan kembali kutusukkan berkali-kali hingga lukaku menutup. Kucoba untuk menoleh, jahitanku lepas dan darah kembali mengucur. Ada apa ini? Mendadak sekelilingku menjadi ramai. Musik terlantun dan manyapa lembut telingaku. Harum zaitun membelai hidungku. Indahnya bunga-bunga menyilakan mata lebarku. Ada apa ini? Mengapa mendadak menjadi panas sekali? Apa itu? Lubang besar datang menghampiriku! Mencoba menerkam dan menelanku. Tidaak!! Tolong aku!! Hei kamu, jangan diam saja!1


Hahaha, lebarnya tawaku

Tampannya wajahku

Milyaran uangku

Semua gadis datang kepadaku. Ada yang mengajakku bermain permainan yang aneh, dia mendesah-desah dia atasku dan memelukku erat. Kupikir, sudah gila gadis ini... apa yang bagus dariku? Oh ya, aku tampan, aku lupa, kaya pula!. Gadis bodoh, mungkin dia juga produk dari pabrik penghasil racun terbesar sejagat raya. Kasihan, tidak ada yang sadar. Gadis lain nampak malu-malu mendekatiku, jangankan menyentuh, melihat saja Ia tak mampu. Yang ini juga gila! Ah semua tak ada yang benar.

Hatiku gelisah

Gelisah

Gelisah

Apa yang sebenarnya aku cari

Apa?

Hahahahahahahaha apa?

Apa?

Heh kamu, bantu aku mencari tahu! Mengapa dari tadi hanya memperhatikanku saja?


Disana, tepat di ujung jalan itu aku menyaksikan tubuhku tergeletak tak bernyawa. Sesosok mayat yang bahkan seekor anjingpun enggan untuk mengendus baunya. Orang-orang berlalu lalang tiada henti tanpa ada satupun keinginan untuk sekedar menoleh menyaksikan tubuhku yang tergeletak. Disana, tepat di jalan Hell Suffer yang sempit dan gelap. Aku terdiam kaku menyaksikan tubuhku dengan bisu. Ingin rasanya kubawa tubuhku dan kukubur di tempat yang sepantasnya. Tapi aku kini hanyalah sesuatu, yang hanya bisa mencari sesuatu yang bahkan tak kutahu apa itu. Aku diam. Aku diam. Aku diam. Aku diam. Genap sudah satu abad aku mencari sebuah jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh banyak manusia. Mungkin juga kau... tentang, mengapa kita hidup. Sekali lagi, kamu. Iya kamu. Kalau kamu merasa bersih, tolong aku menguburkan jasadku ya... akan kuseret jasadku dengan temali dan membawanya ke tempat tinggalmu. Satu lagi, tanyakan temanmu, memangnya untuk apa kita hidup? Hehehe untuk... apa...? Hehehe... Lucu ya? Untuk apa kita hidup? Untuk apa?


No comments: